Ahad, 29 November 2009

MUKJIZAT


MUKJIZAT NABI MUHAMMAD SAW.

Tidak seorang rasul pun yang diutus oleh Allah Taala melainkan pasti dikuatkan dengan tanda-tanda berupa peristiwa alamiah serta mukjizat yang menyalahi keadaan yang biasa dialami oleh umat manusia, yang keluar dari batas kepandaian mereka. Maksudnya ialah agar dengan menunjukkan hal-hal itu dia dapat menjadi bukti bahwa orang yang mengaku menerima risalah benar-benar dipercaya sebagai utusan Tuhan, di samping berbagai berita gembira dan peringatan yang disampaikan.

Oleh sebab itu, maka tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s. di dalam api yang menyala-nyala, keluarnya unta dari batu besar di hadapan Nabi Saleh a.s., tongkat Nabi Musa a.s. yang dapat berubah menjadi ular atau dapat membelah lautan sewaktu dipukulkan, juga hal-hal yang sangat aneh dan ajaib yang dapat diperlihatkan oleh Nabi Isa a.s., semua itu termasuk dalam kategori mukjizat yang mutlak perlu dipertontonkan sebagaimana diuraikan di atas.

Mukjizat seperti itu, merupakan peristiwa-peristiwa yang mudah dapat ditangkap oleh panca indra. Memang sengaja dibuat sedemikian oleh Allah Taala, sebab di saat itu akal pikiran manusia masih dalam taraf yang belum dapat sampai kepada tingkat kecerdasan atau kecendekiawanan. Selain itu, di saat nabi-nabi tersebut yang merupakan keajaiban itu masih sangat diagung-agungkan, dianggap bermutu tinggi dan bernilai luhur sekali. Karena keluarbiasaan serta kepelikan itu sampai mencapai suatu tingkat bahwa setiap manusia yang memilikinya atau dapat melaksanakannya, pasti akan dipatuhi dan orang-orang lain akan tunduk padanya.

Selanjutnya setelah kemajuan dan akal pikiran manusia berkembang, sudah memasuki tingkat kecerdasan yang tinggi bahkan kehidupan secara dahulu telah ditinggalkan dan berganti menjadi kehidupan yang penuh diliputi oleh pemikiran dan penggunaan akal pikiran yang dalam perjalanannya sudah menampakkan pertumbuhan yang cepat sekali, maka keajaiban-keajaiban yang dahulunya pernah menempati kedudukan yang tinggi tidak lagi menjadi senjata yang ampuh.

Ringkasnya hanya dengan menunjukkan keajaiban-keajaiban saja belum cukup untuk menunjukkan kebenaran risalah dari Allah Taala. Sudah tentu Allah Taala tidak akan memberikan patokan bagaimana melindungi manusia dari masih kecil dan bayi, tetapi juga tidak dibiarkan manusia berjalan liar setelah ia dapat menempuh jalannya yang berliku-liku dalam memberikan pandangan secara rasional. Jadi kemerdekaan berpikir tetap ada, tetapi tidak dibiarkan terlepas dari kendali. Oleh sebab itu, setelah alam pemikiran sudah kuat, Allah Taala juga memberikan bukti-bukti atau dalil-dalil dalam hal risalah itu dengan sesuatu yang sesuai dengan perkembangan akal pikiran manusia itu sendiri sampai ke tingkat yang tertinggi. Oleh karenanya, maka diutuslah Nabi Muhammad saw. dengan dibekali mukjizat ilmiah, argument secara akal, selain juga merupakan suatu keajaiban yang luar biasa.

Mukjizat terpenting yang dimaksudkan ialah kitab suci Alquran yang dapat kita saksikan sampai saat ini dan sampai kapan pun nanti. Sebagai bukti bahwa Alquran benar-benar sebagai mukjizat adalah tantangan yang dikemukakan sendiri oleh Allah Taala dalam firman-Nya yang berbunyi, “Katakanlah! ‘Andai kata seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, pasti mereka semua tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, walaupun mereka saling tolong-menolong.” (Q.S. Al-Isra:88)

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Tidak seorang nabi pun dari nabi-nabi itu melainkan pasti diberi yang sepadan dengan tuntutan orang yang beriman atasnya. Hanya saja yang diberikan padaku ini adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah padaku. Maka dari itu aku mengharap, kiranya aku mempunyai pengikut yang terbanyak pada hari kiamat nanti.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Alquran bukanlah ciptaan atau karangan seseorang. Ia adalah wahyu Allah yang diturunkan dengan lengkap dan sesempurna. Allah Taala berfirman, “Tidak seorang pun dapat berkata-kata dengan Allah melainkan dengan wahyu atau di balik tabir atau melalui perantaraan utusan lalu dengan izin-Nya diwahyukan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi dan Bijaksana.” (Q.S. Asy-Syura:51)

Ayat di atas menetapkan tiga bentuk cara turunnya wahyu, yakni:

1. Wahyu turun dengan cara menanamkan pengertian wahyu tersebut ke dalam kalbu dan ini dapat diibaratkan sebagai suatu tiupan yang dapat dirasakan dalam ingatan dan hati.

Dalam sebuah hadis disebutkan, “Sesungguhnya roh suci (Jibril) telah meniupkan dalam lubuk hatiku yang berisi bahwa setiap orang tidak akan mati sehingga ia memperoleh kecukupan dari rezeki yang ditentukan untuknya. Dari itu takutlah kamu semua kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari rezeki.”

2. Bercakap-cakap di balik tabir yaitu nabi yang diberi wahyu dapat mendengarkan firman Tuhan tanpa melihat-Nya. Ini adalah sebagaimana yang terjadi pada diri Nabi Musa a.s. sewaktu ia mendengarkan adanya suatu panggilan Tuhan dari balik sebuah pohon.

Dalam Alquran disebutkan, “Musa berkata kepada keluarganya, ‘Tetaplah di sini. Sesungguhnya tampak padaku api, mudah-mudahan dari sana aku dapat membawa berita kepadamu atau obor api yang menyala, agar kamu dapat memanaskan badan.’ Setelah Musa datang ke sana, dia mendengar suara yang memanggil dari sebelah kanan lembah, di tempat yang diberi keberkatan dari sebatang pohon kayu, bunyinya, ‘Hai Musa! Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan seru sekalian alam’.” (Q.S. Al-Qashash:29-30)

3. Wahyu berupa ucapan yang disampaikan oleh malaikat yang memang bertugas membawanya yakni Jibril a.s. yang berasal dari Allah swt. kepada rasul-Nya. Oleh sebab itu, maka rasul yang bersangkutan dapat melihat malaikat tersebut dalam bentuk seorang lelaki yakni malaikat menjelma menjadi manusia, tetapi kadang-kadang masih menunjukkan bentuk aslinya.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah! Bagaimana cara datangnya wahyu pada Tuan?" Beliau menjawab, “Kadang-kadang datang seperti bunyi lonceng, cara inilah yang terberat bagiku, kemudian setelah berhenti bunyi lonceng itu, aku langsung mengerti dan hafal apa yang diucapkan. Kadang-kadang juga datang lewat seorang malaikat yang menjelma sebagai seorang lelaki, ia memberikan ucapan-ucapan padaku kemudian aku langsung ingat apa yang dia katakan.” Aisyah r.a. berkata, “Sungguh saya pernah melihatnya di waktu kedatangan wahyu pada hari yang sangat dingin. Setelah wahyu selesai, tampak keningnya mencucurkan keringat.”

Bentuk yang sempurna sekali mengenai turunnya wahyu ialah dengan mengirimkan seorang malaikat yang membawa wahyu tersebut. Bentuk sebagaimana di atas itulah yang kadang-kadang digunakan oleh Allah Taala dalam menurunkan Alquran. Jadi turunnya adalah dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Alquran adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan seru sekalian alam. Turun dibawa oleh Ruh yang terpercaya (Jibril). Diturunkan pada hatimu, supaya engkau dapat memberikan peringatan. Dengan menggunakan bahasa Arab yang terang.” (Q.S. Asy-Syu'ara:192-195)

Allah Taala berfirman pula, “Katakanlah! Siapa yang menjadi musuh Jibril, maka sesungguhnya Jibril itulah yang menurunkan wahyu ke dalam hatimu dengan perintah Tuhan, membenarkan wahyu yang terdahulu daripadanya dan untuk dijadikan sebagai petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Baqarah:97)

Wahyu yang terkandung dalam kitab suci Alquran merupakan jiwa revolusi untuk menjebol segala macam kebatilan dalam segala bentuk dan manifestasinya, juga untuk melenyapkan segala macam kerusakan serta penyebab timbulnya. Oleh karena itu, maka semua kekhurafatan serta ketakhayulan yang mengotori alam pikiran harus ditumbangkan, penyelewengan yang menodai fitrah yang murni dan bersih harus dibinasakan. Sementara itu tidak diabaikan pula untuk menghancurkan kebiasaan serta adat-istiadat yang buruk yang dapat melumpuhkan kemerdekaan berpikir dan kebebasan berkehendak.

Memang semua telah dirombak dengan cara yang amat drastis sekali, suatu perombakan yang maha cepat, sehingga semua panji dan keburukan sirna, segala warna kerusakan dan kekejian lenyap. Sebagai gantinya ditanamkan hakikat-hakikat yang dapat memberikan petunjuk yang benar kepada akal manusia, dapat memberikan cahaya yang terang pada hati sanubari dan dengan demikian jiwa akan menjadi luhur dan mulia, sehingga orang yang hendak mengejar kesempurnaan kemanusiaan yang sejati dapat mencapai tingkat yang setinggi-tingginya.

Di dalam Alquran masih ada lagi fungsi wahyu yang lain, yaitu mendidik orang perorangan, memberikan bimbingan cara berjemaah, mewujudkan hukum asas yang bersendikan permusyawaratan, sedang tujuan pokok agama di samping untuk menertibkan siasat keduniaan dan kesejahteraan seluruh umat manusia, juga untuk memberikan dakwah dan ajakan agar supaya seluruh umat dapat menikmati petunjuk agama yang benar itu. Apabila ini dapat terlaksana, maka persaudaraan kemanusiaan akan mudah terwujud dan dapat merata ke seluruh permukaan bumi. Inilah yang pasti akan mempercepat terciptanya kesejahteraan umum di bawah naungannya seluruh manusia dapat hidup bahagia dan sejahtera.

Sebenarnya revolusi yang dicetuskan oleh Alquran, bukan ditujukan kepada kemaslahatan yang khusus, tertentu untuk kemanfaatan sesuatu bangsa, tidak pula untuk memenangkan suatu golongan yang memerintah dan mengalahkan golongan lain yang diperintah, melebihkan kedudukan suatu aliran atau mazhab atas aliran atau mazhab yang lain. Itu sama sekali bukan menjadi maksud dan tujuannya, tetapi sebaliknya untuk memberikan manfaat kepada seluruh umat manusia di dunia, tanpa pandang bangsa dan warna kulit. Pendeknya adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan kemakmuran umat manusia di seluruh alam semesta ini.

Wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. datang untuk memecahkan problematika kehidupan yang membingungkan seluruh manusia sejak dahulu sampai sekarang. Oleh sebab itu fungsi dari wahyu tersebut tentu dapat memberikan jawaban yang positif dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah agama itu dan apakah substansi atau dasarnya?

2. Siapakah Tuhan dan bagaimana sifat-sifat-Nya?

3. Apakah risalah itu? Siapakah rasul-rasul itu dan apa saja tugas mereka?

4. Bagaimana kehidupan setelah mati nanti?

5. Apakah yang disebut kebaikan? Apa yang disebut keburukan? Dan apakah balasan bagi orang yang melakukannya?

6. Untuk apa manusia diciptakan? Apa tugas dan kedudukannya di alam semesta ini?

7. Apa hubungan antara manusia dengan yang lain? Dan apa hubungan antara sesuatu umat dengan umat lain atau sesuatu bangsa dengan bangsa lain?

8. Apa hubungan antara lelaki dengan wanita?

9. Apa yang disebut harta benda? Dari mana sumbernya? Dan bagaimana cara menafkahkannya?

10. Bagaimana yang disebut hidup bahagia? Bagaimana jalan memperolehnya?

Demikian Alquran telah menyelesaikan pemecahan beratus-ratus macam pertanyaan yang dihadapkan kepada akal pikiran seluruh manusia dan yang tidak diabaikan sama sekali oleh para ahli peneliti ilmu pengetahuan dan filsafat.

Rasanya akal pikiran manusia mana pun tidak akan mampu memecahkan atau memperoleh jawaban sebesar sepuluh persen saja dari sekian banyak pertanyaan yang diajukan itu apalagi seluruh pertanyaan tersebut. Mungkin sekali untuk memecahkan satu pertanyaan saja sudah memakan waktu seumur hidupnya. Tidak ada tujuan lain daripada semuanya itu, kecuali agar supaya setiap orang dapat melampaui seluruh kehidupan yang ditempuhnya dan ia telah mempunyai bekal yang sangat diperlukan. Jadi pemecahan-pemecahan yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kiranya dapat digunakan sebagai panji-panji yang memberinya petunjuk ke arah yang benar, menjauhkannya dari kesesatan yang bercorak apa pun, baik yang ada hubungannya dengan urusan-urusan keagamaan atau pun menghindari penyelewengan-penyelewengan dalam kehidupan dunia yang berubah-ubah ini.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman, “Dan andaikata semua pohon yang ada di bumi ini dijadikan pena dan lautan dijadikan tinta dan ditambah lagi dengan tujuh lautan sesudah itu, maka tidak akan habis kalimat Tuhan (yang hendak dituliskan itu).” (Q.S. Luqman:27)

Semua persoalan ini datang dengan susunan yang amat indah kesusasteraannya, manis didengar dan dapat mempengaruhi perasaan halus setiap manusia yang menelitinya. Bahkan dapat menarik atau menguasai diri dan jiwanya. Selanjutnya semua rasa untuk melaksanakan kebaikan dapat ditimbulkan. Sementara itu kata-kata yang termuat di dalamnya jauh sekali dari perselisihan dan isi maknanya tidak berlawanan (paradoxal).

Allah Taala berfirman, “Andai kata Alquran datangnya bukan dari sisi Allah pasti mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak sekali dalam isinya.” (Q.S. An-Nisa:82)

Maksudnya oleh sebab Alquran turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun, tetapi walaupun demikian jiwa, isi, keterangan-keterangan dan cerita-cerita yang ada di dalamnya, sekalipun dalam waktu yang berbeda-beda suasana dan keadaannya, tetap sama, tidak berubah-ubah dan satu dengan yang lainnya tidak bertentangan sama sekali. Sebenarnya tidak pernah ada sebuah kitab pun yang dapat menandingi kitab suci Alquran, baik mengenai ketinggian isinya, kejelasan keterangannya dan amat dalam mengesan di dalam jiwa.

Oleh sebab itu pula para alim ulama mengarahkan tujuan dan menaruh perhatian yang sebesar-besarnya untuk mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan isi kandungan kitab suci itu, misalnya yang berkenaan dengan lafal atau kata-katanya, arti-arti serta makna-maknanya, kepercayaan-kepercayaan atau akidah-akidah, adab kesopanan, syariatnya dan lain-lain sebagainya. Dengan adanya penelitian yang beraneka ragam ini, mereka berhasil membuat suatu pusaka yang maha besar dan agung yang berwujud sebagai ilmu pengetahuan yang bermacam-macam sifat dan judulnya, demikian pula yang khusus mengenai sastra, kebudayaan dan lain-lain. Amat besar perbendaharaan yang ditimbulkan oleh kitab suci yang istimewa ini. Sampai kini pun masih tetap dan akan terus tetap merupakan bahan yang amat baik dan terpenting sekali guna merebut kemajuan dan perikemanusiaan yang buahnya dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia berupa kehidupan yang lebih mulia dan cara hidup yang damai.

Dalam hal ini Allah Taala berfirman, “Begitulah Kami (Allah) mewahyukan kepadamu wahyu (yang berupa Alquran) dengan perintah Kami. Engkau dahulunya tidak tahu apakah kitab itu dan apa pula kepercayaan itu, tetapi Alquran Kami jadikan cahaya terang dan dengannya Kami berikan petunjuk orang-orang yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami.” (Q.S. Asy-Syura:52)

Inilah bentuk mukjizat yang terpenting sekali yang dikaruniakan oleh Allah Taala kepada nabi-Nya yang buta huruf tidak pandai membaca dan menulis dan memang tidak memerlukan kepandaian itu, karena segala sesuatu langsung diterima dari Allah pencipta alam semesta dengan segala isinya. Mukjizat berupa Alquran itulah yang merupakan pengokoh kebenaran pengakuannya sebagai utusan Tuhan. Itu pula yang menjadi alat yang amat ampuh mengubah jiwa dan hati, memberi cahaya yang terang pada penglihatan, memberikan pendidikan yang mulia kepada umat dan bangsa, malah itu pula pedoman untuk mewujudkan negara yang adil sentosa, kokoh kuat, penuh kemakmuran dan kesejahteraan. Semuanya itu hanya dilakukan dalam waktu yang amat singkat sekali, hanya dalam beberapa tahun saja yang kiranya cukup dihitung dengan menggunakan jari.

Bayangkan baik-baik! Manakala mengubah tongkat menjadi ular merupakan mukjizat yang dikagumi, maka bukankah lebih dikagumi lagi mengubah akal dan hati yang asalnya tersesat lalu dapat menerima petunjuk yang baik. Manakala menghidupkan orang yang telah mati merupakan mukjizat yang luar biasa yang dengannya Allah mengokohkan kenabian serta kerasulan salah seorang nabi-Nya, maka apakah tidak lebih hebat lagi menghidupkan suatu umat yang sudah mati akal pikirannya, buta huruf dan amat bodoh serta hina, kemudian menjadi suatu umat yang dari mereka itu keluar sumber cahaya penerangan dan petunjuk yang hak. Bukankah ini saja sudah merupakan suatu yang amat luar biasa sekali yang apabila disejajarkan dengan mukjizat-mukjizat lain, rasanya yang lain-lain akan menjadi redup dan suram karena tidak tahan terkena sinar cemerlangnya cahaya mukjizat yang satu itu.

Seorahli syair berkata:

“Allahu Akbar

Sebenarnya agama Muhammad ini dengan kitab sucinya merupakan cahaya memancar

Dahsyat dan lebih teguh pendiriannya

Jangan kau sebutkan kitab-kitab lain di sampingnya

Kitab Muhammad adalah bagaikan fajar subuh menyingsing

Maka lenyaplah sinar semua pelita.”

Tiada ulasan:

Catat Ulasan